• • • 3 • • •
| 03. ... Tears
────────── · · · ✦ ✦ · · · ──────────
Kondisi Keiko membuat seisi rumah yang megah itu khawatir, terutama paman serta kakak perempuannya yang sempat menenangkan dirinya tadi. Mereka kira Keiko akan baik-baik saja setelah ini, namun, yang ada malah membuat mereka khawatir seperti sekarang ini.
Ikezawa Kanamura dan Ikezawa Meiko hanya bisa bersedih dan mengkhawatir kondisi Keiko. Tak banyak yang bisa mereka lakukan selain memeluk dan mengatakan 'semuanya akan baik-baik saja' pada gadis tersebut. Meski berhasil membuat Keiko tak lagi menagis dan tenang, tapi, segera setelah itu fisiknya melemah.
"Semoga besok dia akan baik-baik saja," ucap Kanamura yang disertai anggukan setuju dari Meiko.
Tak terasa hari berganti. Malam berlalu dan kini tergantikan oleh pagi. Jika kemarin alam bersedih, maka sekarang waktunya alam harus kembali berseri.
Begitu juga dengan dirinya pagi ini.
"Yosh, semuanya akan baik-baik saja." Keiko bermonolog ria pada pantulan dirinya di cermin. Segera setelah berkata seperti itu pada dirinya sendiri, ia segera tersenyum seperti biasa kembali.
Seolah percaya bahwa hari ini ia dan semuanya akan baik-baik saja.
Selesai mempersiapkan diri, Keiko keluar dari kamar untuk menemui keluarganya di ruang makan. Setelah acara sarapan bersama selesai, ia segera menuju ke kantor agensi detektif bersenjata. Tempat di mana ia bekerja.
"Loh? Apakah kau sudah merasa baikan Keiko?" tanya Ariseeina ketika melihat Keiko berada di ambang pintu kantor yang tampaknya akan membukanya. Namun, sepertinya terdahului oleh Ariseeina yang sedang membawa setumpuk berkas.
Keiko mengerjapkan matanya beberapa kali karena sempat bingung dengan pertanyaan dan ekspresi Ariseeina saat bertanya tadi. "I-iya, begitulah. Memangnya kenapa?" Keiko bertanya balik setelah menjawab pertanyan dari Ariseeina.
Ariseeina membenarkan posisi setumpuk berkas di tangannya dan menatap Keiko dengan senyum tipisnya. "Ah, tidak. Aku kira kondisimu masih belum membaik sampai hari ini. Karena jika belum, aku, Yosano, Naomi, Da-kun, dan Ranpo-san akan menjengukmu," jelasnya panjang lebar.
"T-tunggu, Ranpo-san, ah tidak, maksudku, kalian ingin menjengukku?" tanya Keiko seolah tak percaya.
Namun, sebenarnya, ia lebih tak percaya lagi jika Ranpo mau ikut untuk menjenguknya.
Sementara Ariseeina mengangguk menjawab pertanyaan Keiko. "Ano, sumimasen, aku harus membawa berkas ini," ucapnya yang kemudian melewati Keiko seraya membawa berkas yang setumpuk gunung itu.
Keiko segera menyingkir hingga tak sempat menjawab ucapan Ariseeina. Mengangguk sekali pun.
"Ranpo-san juga ingin menjengukku?" batin Keiko yang tiba-tiba terpikirkan akan Ranpo entah mengapa. Ia segera menggelengkan kepalanya dan berjalan masuk ke dalam kantor karena sedari tadi ia berada di ambang pintu agensi detektif bersenjata.
Keiko tidak mengerti mengapa ia memikirkan detektif kekanakan itu. Menggelengkan kepalanya seolah membuang pemikiran bodoh itu dari otaknya yang perlahan buntu karena pemikiran sederhana yang memiliki jawaban bejibun sekaligus ambigu.
"Mungkin hanya khawatir. Sama seperti yang lainnya, iya, 'kan?" batinnya lagi yang kemudian duduk di mejanya dan mulai mengerjakan sesuatu yang bisa ia kerjakan. Sisa pekerjaannya yang kemarin adalah salah satunya.
"Eh, Keiko-san sudah baikan, ya? Ah, padahal aku berencana menjenguk-"
"Aku sudah mendengarnya dari Arisee-san. Daijoubu, aku sudah baik baik saja sekarang," ucap Keiko memotong ucapan Naomi yang baru saja sampai di mejanya. Sementara Naomi hanya ber-oh ria dan kemudian tersenyum lega melihat Keiko baik-baik saja.
"Yokatta kalau begitu," ucap Naomi yang kemudian kembali ke mejanya. "Nee, Keiko-san, karena kau baru sembuh, jangan paksakan dirimu, ya?" tambahnya lagi dari mejanya seraya tersenyum pada Keiko.
Keiko mengangguk dengan senyum tipis menghiasi wajahnya. "Ha'i," jawabnya yang kemudian kembali fokus pada pekerjaannya.
Lima belas menit berlalu, Keiko baru menyelesaikan tugasnya yang kemarin maupun yang sekarang aka yang baru. Ia kemudian menyandarkan dirinya pada punggung kursi dan melirik meja Ranpo yang kosong itu. Sedari tadi ia bertanya-tanya tentang keberadaan Ranpo yang tak kunjung terlihat sedari ia datang kemari.
"Tanizaki, di mana Ranpo-san?" Keiko pun bertanya pada akhirnya pada Tanizaki yang tersisa di ruangan itu selain Naomi dan Kenji.
Tanizaki yang sedang memperhatikan penuh laptopnya pun kini beralih menatap Keiko. "Ranpo-san? Ah, dia sempat menyelesaikan kasus bersama dengan Atsushi. Seharusnya mereka sudah kembali, tapi, sepertinya Ranpo-san mengajak Atsushi berkeliling untuk mencari manisan," jelas Tanizaki Junichirou panjang lebar disertai senyum kikuknya.
"Oh, souka," ucap Keiko yang kemudian kembali merilekskan badannya dengan menyandarkannya pada punggung kursi. Perlahan, dirinya terhanyut dalam kenyamanan kursinya. Hingga tak terasa ia menutup matanya perlahan. Membiarkan dirinya terlelap begitu saja.
Ah, kenapa dia terlelap di sini?
Namun, ia tak peduli selama itu bisa membuat dirinya tenang dan tak mengingatkannya pada ingatan menyedihkan semalam.
Tidak. Seharusnya tidak mengingatkannya kembali pada ingatan menyedihkan nan kelam seperti semalam.
Seharusnya. Seharusnya sudah cukup malam itu saja.
Kenapa. Tapi, kenapa selalu terulang di kala ia menutup mata dan mencoba untuk terbuai?
"... -chan."
Ia harus segera bangun dari mimpi buruknya. Ya, ini hanya mimpi buruk. Ia pasti bisa bebas dari semua ingatan kelam di mana orang tuanya meninggal karena kecelakaan.
"... Ko-chan."
Ia harus.
"... Keiko-chan."
Ia harus bangun dari mimpi buruknya. Keiko harus menghentikan masa lalu menyedihkannya yang tak ingin lagi ia sentuh sekali seumur hidupnya. Masa lalu yang menyakitkan yang berusaha ia kubur dalam-dalam dan selamanya jauh dalam pikirannya.
Tapi,
apakah semuanya sia-sia?
"Keiko-chan! Hora, Keiko-chan! Daijoubu??"
Guncangan. Itulah yang Keiko rasakan pertama kali, ketika ia membuka matanya perlahan dan mengumpulkan nyawa untuk terbangun dari tidurnya.
Gempa bumi, pikirnya. Namun, sepertinya tidak, karena samar-samar ia melihat wajah seseorang yang terlihat khawatir seraya masih tetap mengguncangkan tubuhnya.
"R-ranpo-san ... ? K-kenapa?" tanyanya terbata-bata seraya mengusap matanya yang tampak sayu karena mengantuk itu. Sekilas, ia merasakan basah di ujung matanya dan pipinya.
Apa ini?
Kenapa basah?
Keiko bertanya-tanya yang seketika membuat raut wajah mengantuknya jadi wajah terkejut dan penasaran.
"Kenapa? Harusnya aku yang bertanya begitu! Kenapa kau menangis saat tidur tadi? Hora! Air matamu bahkan masih ada di pipimu!" ucap Ranpo seperti nada mengomel disertai dengan rasa khawatir ketika melihat Keiko yang tiba-tiba menangis dalam tidurnya tadi. Bahkan jejak air mata Keiko masih terlihat jelas di pipi.
"Menangis ... ?" gumam Keiko heran yang kemudian cepat-cepat ia mengusap pipi yang diduganya basah.
Dan benar saja, ia merasakan air mata masih mengalir bebas di pipinya. Ia menatap Ranpo bingung. Jangan lupakan linangan air mata yang terus mengalir bagaikan sungai di pipinya.
To Be Continued
Story By Lady Iruma
Comments
Post a Comment