• • • 4 • • •
| 04. ... Pain
────────── · · · ✦ ✦ · · · ──────────
"Menangis ... ?" gumam Keiko heran yang kemudian cepat-cepat ia mengusap pipi yang diduganya basah.
Dan benar saja, ia merasakan air mata masih mengalir bebas di pipinya. Ia menatap Ranpo bingung. Jangan lupakan linangan air mata yang terus mengalir bagaikan sungai di pipinya.
Ranpo masih tetap merengkuh kedua bahu Keiko dan menatapnya khawatir. Sementara seorang pemuda, Nakajima Atsushi yang berada di samping Ranpo sedari tadi karena habis menemaninya memecahkan kasus tadi pun ikut mengkhawatirkan Keiko.
"Hey! Kau mendengarkanku tidak? Kenapa kau menangis?" Ranpo kembali berkata setelah beberapa saat terjadi keheningan. Meski terkesan seperti seseorang yang membentak, namun, tersirat kekhawatiran dari kata-katanya.
Keiko yang sempat melamun pun tersadar dan cepat-cepat mengusap air matanya kembali dengan kasar. Berharap tak ada lagi jejak air mata di pipi maupun matanya. Ia pun berusaha menampakkan wajah normal-biasa sajanya. Menampakkan wajah yang seolah semuanya baik-baik saja.
"Tidak. Aku tidak menangis, Ranpo-san. Mungkin itu air mata mengantukku," ucap Keiko yang jelas-jelas itu adalah bohong.
Meski ia tahu, tidak, mengenal baik Ranpo bahwa kebohongan apapun tak bisa disembunyikan darinya, ia harus karena ia tak bisa menceritakan tentang apa yang sedang dialaminya pada siapapun selain keluarganya. Cukup mereka. Jangan yang lainnya. Begitulah setidaknya prinsip seorang Keiko ketika sedang menyembunyikan sesuatu dari siapapun jua.
"Bohong! Tidak mungkin air mengantuk sampai sebanyak itu! Pasti a-"
"A-ano, s-sudahlah Ranpo-san. Kudengar Keiko-san baru sembuh dari sakitnya semalam, mungkin tidak seharusnya kita memaksanya berbicara. Iya, 'kan, Keiko-san?" ucap Atsushi memotong perkataan Ranpo dan menengahi suasana yang sedikit tidak enak ini. Ia menatap Keiko untuk meminta kepastian darinya. Terlihat jelas dari raut wajah yang berharap bahwa Ranpo itu mau percaya dan tak terus memaksakan Keiko untuk bicara.
"I-iya, itu benar," jawab Keiko disertai dengan anggukan. Seketika membuat Ranpo menghela nafas pasrah. Sementara Atsushi sendiri lega ketika Ranpo mengerti juga.
"Wakatta," ucap Ranpo yang mengerti akan ucapan Atsushi akan kondisi Keiko saat ini. "Kalau kau masih sakit, seharusnya tetap di rumah. Hari ini hujan, kau mungkin bisa sakit lagi nanti," katanya lagi yang kemudian berjalan menuju mejanya dan duduk di sana.
Apa ini?
Dia memberikan sedikit perhatian pada Keiko yang sukses membuat Keiko membelalak kaget walau tak seberapa.
"Jangan paksakan dirimu, Keiko-san," ucap Atsushi dengan senyum tulus khasnya pada Keiko dan dibalas dengan anggukan dan senyum tipis oleh yang bersangkutan. Segera setelah itu, Atsushi kembali ke tempat-mejanya.
Keiko menunduk sejenak kemudian suara rintik hujan membuat dirinya kembali mengangkat kepalanya. Ia melihat keluar jendela di mana tetesan demi tetesan pun memenuhi permukaannya. Atensi yang awalnya ia tujukan pada tetesan hujan di jendela, kini berganti pada hujan yang jatuh makin deras di luar sana. Keiko pun teringat akan kata-kata Ranpo beberapa saat lalu.
"Kalau kau masih sakit, seharusnya tetap di rumah. Hari ini hujan, kau mungkin bisa sakit lagi nanti."
Sebuah senyum yang terlihat pilu itu pun terlukis di wajah cantik Keiko. Ia memegangi dadanya yang entah sejak kapan mulai berdebar lebih dari biasanya. Antara merasakan sakitnya masa lalu dan indahnya perhatian yang Ranpo berikan beberapa saat yang lalu.
"Ya, aku memang masih sakit, Ranpo-san. Tapi, sakit ini, terus terulang setiap kali aku menutup mata," batin Keiko seraya mengeratkan pegangannya pada dadanya—lebih tepatnya pada bagian pakaian yang mengarah pada dada. Ia meremas kecil bagian tersebut.
Seolah menahan perih dari rasa sakit dan senang dari perhatian Ranpo tadi.
Meski tak seberapa dan hanya ucapan yang bermaksud pada 'jaga kesehatanmu' dengan kalimat yang diperpanjang. Namun, sepertinya Keiko mengartikannya sebagai sesuatu yang berbeda.
Ketika gadis itu sedang menikmati rintikan hujan yang semakin deras di luar sana, diam-diam ia memperhatikannya. Terus padanya bahkan nyaris tak teralihkan sedikit pun pada yang lainnya. Melamun? Mungkin saja.
"Aku tak bisa mengerti dirimu, Keiko-chan," batinnya. Ranpo masih terus memandangi Keiko.
To Be Continued
Story By Lady Iruma
Comments
Post a Comment