• • • 6 • • •

| 06. Umbrella 
────────── ·  ·  · ✦ ✦ ·  ·  · ──────────

"Keiko-chan?"

Hingga suara yang tak asing dan disusul dengan sentuhan di bahunya, perlahan membuatnya tenang entah mengapa. Perlahan sesuatu yang membasahi pipinya itu tak lagi ia rasakan. Jadi, benarkah ia menangis? 

Keiko perlahan berbalik dan mendapati Ranpo yang kini menatapnya dengan menampakkan manik mata emeraldnya yang menatapnya dalam. Satu tangan Ranpo yang ada di bahunya pun masih setia di bahu Keiko.

"A-ah, Ranpo-san, ada apa?" tanya Keiko yang kemudian berbalik dan menatap Ranpo sepenuhnya. Tanpa ia sadari, tangannya bergerak untuk mengusap air mata yang tersisa dipipi dan ekor matanya. 

"Jadi, aku benar menangis, ya? Sudah berapa kali aku menangis dalam sehari? Ditambah ... Ranpo-san datang di saat aku menangis tadi. Dia sudah melihatku yang menangis lagi." Keiko pun berkecamuk dengan pikirannya. Membuatnya melamun tanpa sepengetahuannya. 

Sementara Ranpo yang mendengar ucapan Keiko pun mengernyit heran. "Ada apa? Seharusnya aku yang bertanya begitu padamu!" katanya yang perlahan melepaskan tangannya dari bahu Keiko. "Ada apa denganmu? Kau terlihat seperti orang yang menahan tangis," tanyanya kemudian. Jangan lupakan kalau dia itu pintar dan dapat menebak seseorang yang berbohong padanya. 

Jadi, sebesar apapun kebohongan yang Keiko berikan, hal itu tak akan berefek baginya, Ranpo. 

Keiko tak terkejut lagi dengan dugaan Ranpo benar. Karena pada dasarnya, ia sendiri menampakkan diri yang sedang mengusap air mata tadi pada Ranpo. "Yah, begitulah," katanya seolah tak ada niatan untuk menjawab. 

Ranpo terdiam. Ia masih menatap Keiko dengan manik matanya yang perlahan kembali tertutup (?). "Baiklah. Tapi, jangan pergi tanpa payung. Hujan mulai deras lagi," ucapnya yang sedari tadi ia datang menghampiri Keiko dengan satu tangan yang ia gunakan untuk memegangi payung putih transparan yang kini menaungi dirinya dan juga Keiko. 

Payung? Ah, ya, payung. 

Keiko sampai tak menyadari keberadaan payung yang Ranpo pegang sedari tadi dengan satu tangannya itu. Ia melihat ke atas, di mana payung kini menaunginya dan juga Ranpo dari gerimis yang perlahan menjadi hujan deras. "Souka. Aku tidak menangis ternyata." batinnya. 

"Nee, apakah kau menangis tadi?" 

Dan pertanyaan Ranpo pun sukses membuat Keiko tersadar dari lamunannya yang kini menggeleng cepat, meski agak gugup karena sempat terkejut. Ditambah, tersirat rasa ragu dari gelengannya tadi itu. 

Sementara Ranpo yang bertanya sebenarnya masih merasa ragu dengan jawaban Keiko tadi. 

"Hontou? Lalu, kenapa pipimu basah?" Ranpo masih terus bertanya. Entah karena penasaran atau karena khawatir pada Keiko yang tak ia duga akan menangis. Hari ini adalah kali pertama ia melihat Keiko menangis. 

Sesaat setelah bertanya demikian, tangan Ranpo tiba-tiba memegang pipi Keiko yang ia kata basah itu. "Hora! Pipimu basah!" serunya yang mengundang tawa Keiko. Membuat Ranpo sendiri heran dan memanyunkan bibirnya. 

"Baka janai ka? Itu hanya air hujan yang mengenai pipiku tadi, Ranpo-san. Kau ingat? Sesaat sebelum kau memberikan payung, rintikan hujan sedikit mengenai ku," jelas Keiko setelah menghentikan tawanya. 

"Souka," jawab Ranpo singkat. Bukan karena ia merasa malu karena salah menebak, justru merasa heran kenapa Keiko tertawa hanya karena tindakan bodohnya. Biasanya, Keiko akan dan pasti berkata 'Baka metantei' padanya. Tapi yang ini, berbeda dari yang sebelumnya. 

"Jadi pergi?" ucapan Keiko pun sukses membuyarkan pikiran kritisnya. 

Keduanya pun berjalan beriringan di bawah payung yang sama. 

Hanya sunyi senyap yang mengiringi perjalanan mereka menuju supermarket di mana mereka akan membeli camilan di sana. Tak ada yang membuka suara, Ranpo maupun Keiko. Hanya suara rintikan hujan ditambah suara langkah kaki mereka dan juga orang orang yang menyusuri jalanan yang dipenuhi dengan genangan air. 

Hingga tiba-tiba langkah Ranpo terhenti yang membuat Keiko juga ikut berhenti karenanya. Ia menatap Ranpo dalam kebingungan. "Doushita, Ranpo-san?" tanyanya seraya mengamati wajah Ranpo yang tampaknya sedang memperhatikan sesuatu di depannya. Keiko mengikuti arah pandang Ranpo yang mengarah pada kecelakaan di tengah hujan. Seketika membuatnya shock dan reflek menghampiri tempat kejadian perkara yang nyaris tertutup oleh kerumunan orang. 

Sementara Ranpo yang melihat kecelakaan itu sebelum Keiko pun hanya mengikuti Keiko tanpa menghentikannya walau hanya untuk sekadar memberitahu Keiko agar menunggunya. Seolah membiarkan Keiko melihat dengan mata kepalanya sendiri bahwa itu adalah kecelakaan di mana hanya ada seorang anak kecil yang masih hidup alias selamat yang kini menangis melihat kedua orang tuanya yang telah menjadi mayat. Terkapar dengan darah yang menggenang bersama dengan air hujan. Menghembuskan napas terakhirnya di depan anak kecil yang di duga adalah anak dari korban kecelakaan. 

"Otou-san! Okaa-san!" teriakan dan tangis anak kecil tersebut masih terus terdengar sampai mayat kedua orang tuanya hilang dari pandangannya

"Otou ... san? Okaa ... san?"

To Be Continued
Story By Lady Iruma


Comments

Popular posts from this blog

S H E ~ DARE?

S H E ~ ?

S H E ~ DOKO?